Maudy Lynn
Perasaan itu kembali meluap-luap dalam hatiku. Serta merta memutar kembali rekaman peristiwa kala itu. Benda kecil berbunyi nyaring bernama bel listrik ditemani papan tulisa kapur menjadi peristiwa bersejarah bagiku. Perasaan itu kembali menggelegak saat kuraih sehelai kertas ukuran F4 berbingkai kaca yang terpajang anggun di dinding kamar.
Mataku tak bosan-bosannya membaca huruf – huruf tipe Algerian dengan ukuran 26 yang terangkai menjadi sebuah kalimat yang membuat siapapun yang membacanya berdecak kagum. Biar kuberitahukan sepenggal kalimat yang membuatku tak bisa tidur selama 3 malam demi mendapatkannya.
“Piagam Penghargaan Juara 1 Olimpiade tingkat Nasional”
Perasaan itu tak kunjung pudar, terlebih lagi saat ku usap debu dan sawang yang membuatnya nampak usang. Aku akan membawakan kawan baru untukmu, ujarku membatin seraya menggantungkannya kembali di dinding, berdampingan dengan poster seorang lelaki tua berkebangsaan Inggris yang dijuluki Bapak Aliran Klasik. Adam Smith.
Dan perasaan itu tetap pada kadar awalnya, tak berkuarng barang satu persen-pun. Aku menangkupkan kedua telapak tanganku didada. Menyimpan rapat-rapat perasaan itu dalam kotak di sudut hatiku. Aku bangga.
cd
Sesosok makhluk berbulu menatapku nanar. Tatapannya seakan menuduhku telah melakukan sesuatu yang salah. Raut wajahnya seolah berkata “Kau mendahuluiku!!!” Urat lehernya yang panjang mengerut seketika, dan suara nyaring khas ayam pelung kelahiran Sunda murni terdengar nyaring di telinga.
“Kukuruyuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuukkkkkkk!!!!”
Begitu berulang-ulang. Ia kembali mengepakkan sayapnya tanpa mengindahkanku lagi. Kuedarkan pandangan pada sekitar, yang ada hanya ruangan kecil berukuran 3x3m dengan tumpukan buku-buku besar dan kertas-kertas soal serta sebuah lemari dari kayu jati yang mulai reyot. Pandanganku berakhir pada sebuah benda ajaib yang amat sombong dan tak sudi mengulang kembali semua yang telah berlalu. Jarum-jarum itu berjalan tanpa kaki, tak pernah berhenti. Terkecuali jika daya 1,5 Volt yang ada dalam batang karbon berbalut lempengan besi itu sudah sampai pada limitnya.
Pukul 04:35, Adzan subuh menggema dipantulkan tiang-tiang masjid, sahut menyahut dari masjid ke masjid. Fenomena pagi hari ini membuatku terkagum-kagum akan semangat keagamaan umat Nabi Muhammad SAW. Kurasakan semangat itu mengalir dalam arteriku, mengirim rangsangan pada syaraf dan ototku untuk segera mensucikan diri, bersujud menghadap Ilahi. Semoga hari ini berjalan lancar.
cd
“Bu, Bapak belum datang?”
“Belum, lagi ke pasar.. ntar lagi juga pulang”
“Jam delapan aku mau olimpiade Bu,”
Ibu hanya diam, tak menanggapi kata – kataku barusan. Beberapa saat kemudian beliau bangkit dari tempat duduknya dan menghampiriku.
“Sabar ya, bapak pasti pulang..” tuturnya pelan meluluhkan secuil resah yang mulai mencuat di permukaan hatiku. Aku menghela napas sejenak, lalu melahap gorengan pisang dan ketan yang terhidang di meja.
Pukul 07:15, tak ada tanda-tanda kedatangan bapak. Jari telunjukku menekan tombl power pada kotak kaca ajaib temuan J.L Baird dan C. F Jenkins, berusaha meredupkan resah yang mulai menyala. Sesekali ibu keluar rumah, memastikan kedatangan bapak. Namun tiap kali kembali, air muka ibu semakin surut.
Pukul 07:45, Bapak tak kunjung pulang. Hatiku makin tak keruan saat kuterima sebuah pesan singkat dari kawanku.
“Kamu dimana? Kita mau persiapan, cepat datang!!!”.
Seketika itu bayangan jalan panjang sejauh 4km membentang di kepalaku. Andai sekolahku tak sejauh itu, pasti aku berangkat sendiri.
Segera kulangkahkan kaki keluar rumah, mencari tanda-tanda kedatangan bapak. Nihil. Bulir-bulir keringat mulai mengalir dari pori-pori keningku. Kulihat ada secercah harapan pada segerombolan tukang ojeg di depan gang. Kulirik saku kemeja, tak ada uang sepeserpun.
“Ibu ada uang? Aku pinjam ya, aku mau naik ojeg aja” ujarku. Ibu menatapku dalam. Perasaanku tak enak.
“Uang ibu dibawa bapak semua ke pasar”
Jantungku berdegup kencang. Persis ketika aku akan menerima hasil Ujian Nasional. Aku segera berlari ke kamar, bayangan uang simpanan di bawah kasur berkelebat dibenakku.
Tapi langkahku segera terhenti saat sebuah sepatu merk Tomkins menghalauku di depan pintu kamar. Astagfirullah!!! Aku mengutuki diri karena perbuatan bodohku. Sepatu mahal itu seperti tersenyum pahit padaku dan berkata, “Uang simpananmu telah kau belikan aku.”
Tubuhku lemas seketika, tulang belulangku seakan tak mampu lagi menopang tubuhku membawaku lungsur kebawah. Kurasakan dadaku sesak, mataku panas. Bapak cepat pulang!!!
Comments
Post a Comment