BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional system design) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap
sama. “disain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan “mengembangkan” berarti membuat
tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih
efektif, dan sebagainya.
Berbagai macam
model pengembangan pembelajaran dikembangkan dengan tujuan :
1.
Mudah
dikomunikasikan kepada calon pemakai, baik guru maupun para pengelola
pendidikan
2.
Memperlihatkan
tugas-tugas utama yang harus dikerjakan untuk pengelolaan pembelajaran
3.
Memperlihatkan
struktur semacam matrix antara tujuan belajar dan strategi belajar yang dapat
dibandingkan anatar asatu dengan yang lainnya.
Montemerlo dan Tennyson (1976) menyatakan adanya 100 buah model
pendekatan sistematik dalam pembelajaran ini. Andrews dan Goodson (1980) mengkaji
40 buah model lain lagi. Menurut Logan (1982:5) timbulnya model yang banyak ini
disebabkan :
1.
Para ahli
pendidikan menganggap situasi yang dihadapinya khusus, sehingga perlu
pendekatan khusus
2.
Kurangnya usaha
untuk memvalidasikan model sehingga ada keraguan untuk menerapkan model orang
lain
3.
Adanya
ketidakpercayaan atau persaingan akademik di antara para ahli yang merasa
dirinya ahli dalam bidang pengajaran
4.
Adanya
model-model yang bersifat luwes sehingga bagian-bagiannya dapat diubah atau
dikembangkan lebih lanjut yang akan melahirkan model baru.
5.
Adanya
model-model yang menghendaki latar dan persyaratan khusus.
Model disain pembelajaran yang paling sederhana meliputi empat
langkah Hamreus (1970) dan DeCecco (1968), sedangkan model yang paling
terperinci adalah model Abedor (1971) yang terdiri dari 60 langkah yang disebut
“Maxi Model”. Semua model itu mengandung langkah dasar yang sama, yaitu model
umum sibernetik (cybernetics).
Dari berbagai model tersebut diatas, yang terpenting adalah
aplikasi sebuah model dalam sebuah pembelajaran, sehingga tujuan akhir suatu
sistem instruksional, yaitu materi dan strategi belajar mengajar yang
dikembangkan secara empiris yang secara konsisten telah dapat mencapai tujuan
instruksional tertentu.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun Rumusan masalah di dalam makalah ini adalah sebagai berikut
:
1.
Bagaimana
Aplikasi Berbagai
Model Pengembangan Sistem
Instruksional?
C.
TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain untuk
memenuhi tugas dalam mata kuliah Perencanaan Pembelajaran, dan untuk mengetahui
lebih jauh mengenai aplikasi berbegai model pengembangan sistem
instruksional.
D.
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan penulis untuk memperoleh informasi yang akan
digunakan untuk penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi
kepustakaan yakni dilakukan dengan mengambil referensi dari buku-buku dan
internet.
E.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup makalah ini terbatas pada pembahasan pengertian
Aplikasi pengembangan sistem instruksonal.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Model-Model Pengembangan Sistem Instruksional
Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan
suatu proses, seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media dan evaluasi.
(Briggs, 1978: 23).
Pengembangan instruksional adalah cara yang sistematis dalam
mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan
strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Twelker,1972).
Hasil akhir dari pengembangan instruksional ialah suatu sistem
instruksional, yaitu materi dan strategibelajar mengajar yang dikembangkan
secara empiris yang secara konsisten telah dapat mencapai tujuan instruksional
tertentu.
Pengembangan instruksional ini terdiri dari seperangkat kegiatan
yang meliputi perencanaan,pengembangan, dan evaluasi terhadap sistem
instruksional yang sedang dikembangkan tersebut sehingga, setelah mengalami
beberapa kali revisi, sistem instruksional tersebut dapat memuaskan hati
pengembangnya.
Pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan dalam mencari
pemecahan masalah-masalah instruksional atau setidak-tidaknya, dalam
mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperbaiki
pendidikan.
Ada beberapa model pengembangan instruksional, misalnya model
pengembangan instruksional Briggs, Banathy, PPSI (Prosedur
Pengembangan Sisstem Instruksional), Kemp, Gerlach dan Ely, IDI (Instrucsional Development Institute),
dan lain-lain.
Dalam aplikasinya, model-model tersebut diatas mempunyai banyak
perbedaan dan persamaan. Perbedaan model-model tersebut terletak pada istilah
yang dipakai, urutan, dan kelengkapan langkahnya. Persamaannya ialah bahwa
setiap model mengandung kegiatan yang dapat digolongkan, ke dalam tiga kategori
kegiatan pokok, yaitu:
1.
Kegiatan yang membantu
menentukan masalah pendidikan dan mengorganisasi alat untuk memecahkan masalah
tersebut;
2.
Kegiatan yang
membantu menganalisis dan mengambangkan pemecahan masalah;
3.
Kegiatan yang
melayani keperluan evaluasi pemecahan masalah tersebut.
Semua kegiatan tersebut satu dengan lainnya dihubungkan oleh suatu
sistem umpan balik yang terpadu dalam model bersangkutan. Adapun sistem umpan
balik tersebut memungkinkan adanya perbaikan-perbaikan sistem instruksional
selama dikembangkan.
a. Model Briggs
Model yang dikembangkan oleg Briggs ini beroreintasi pada rancangan
system dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang
kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional, yang susunan
anggotanya meliputi antara lain dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli
evaluasi, ahli media dan perancang instruksional. Briggs berpendapat bahwa
model ini sesuai untuk pengembangan program-program latihan jabatan tidak hanya
terbatas pada lingkungan program-program akademis saja. Disamping itu model
Briggs dirancang sebagai metodologi pemecahan masalah instruksional.
Model pengembangan Briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan
antara:
a)
Tujuan yang
akan dicapai (mau kemana?)
b)
Strategi untuk
mencapainya (dengan apa?)
c)
Evaluasi
keberhasilannya (bilamana sampai tujuan?)
Dengan mengutip pendapat Briggs (1977), berdasarkan 3 (tiga)
prinsip dasar pengembangan yang dipakai, urutan langkah kegiatan pengembangan
instruksional menurut Briggs, adalah sebagai berikut:
a)
Tujuan yang akan dicapai (Mau kemana?) Meliputi :
1.
Identifikasi
masalah ( penentuan tujuan )
Dalam langkah ini Briggs menggunakan pendekatan bertahap, yaitu:
1)
Mengidentifikasi
tujuan kurikulum secara umum dan luas
2)
Menentukan
prioritas tujuan
3)
Mengidentifikasi
kebutuhan kurikulum baru
4)
Menentukan
prioritas remedialnya.
2.
Rumusan tujuan
dalam perilaku belajar
Sesudah tujuan kurikuler yang bersifat umum ditentukan dan
diorganisasi menurut tujuan yang lebih khusus, tujuan ini sebaiknya dirumuskan
dalam tingkah laku belajar yang diukur.
3.
Penyusunan materi/silabus
4.
Analisis tujuan
Dalam hal ini perlu diadakan analisis terhadap tiga hal; yaitu:
1)
Proses
informasi, untuk menentukan tata urutan pemikiran yang logis
2)
Klasifikasi
belajar, untuk mengidentifikasi kondisi belajar yang diperlukan
3)
Tugas belajar,
untuk menentukan persyaratan belajar dan kegiatan belajar mengajar yang sesuai.
b)
Strategi untuk mencapainya (Dengan apa?) Meliputi:
a.
Penyiapan
evaluasi hasil belajar
b. Menentukan jenjang belajar dan strategi instruksional
c. Rancangan instruksional (guru)
Dalam pengembangan strategi
instruksional oleh guru ini, guru perlu menjabarkan stategi dalam teknik
mengajar dalam fungsinya sebagai penyeleksi materi pelajaran. Kegitan ini
meliputi:
1.
Memilih media
2.
Perencanaan
kegiatan belajar
3.
Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar
4.
Pelaksanaan
evaluasi belajar
d. Strategi instruksional ( tim
pengembangan instruksional )
Dalam hal ini dilakukan oleh tim pengembangan instruksional,
terdiri dari beberapa kegiatan. Kegiatan tersebut antara lain:
1.
Penentuan stimulasi
belajar, yaitu stimulus yang paling sesuai untuk TIK (Tujuan Instruksional
Khusus)
2.
Pemilihan media
3.
Penentuan
kondisi belajar
4.
Perumusan
strategi
5.
Pengembangan
media
6.
Evaluasi
formatif
7.
Penyusunan
pedoman pemanfaatan
c) Evaluasi keberhasilannya (Bila
mana sampai tujuan?) Meliputi :
a.
Penyusunan test
b. Evaluasi formatif
Dilakukan untuk
memperoleh data dalam rangka revisi dan perbaikan materi bahan belajar di
laksanakan dalam tiga fase, yaitu:
1)
Uji coba
2)
Uji coba pada
kelompok
3)
Uji coba lapangan
dalam skala besar
c.
Evaluasi sumatif
Dilakukan untuk
menilai sistem penyampaian secara keseluruhan pada akhir kegiatan yang
dinilai dalam evaluasi sumatif ini mencakup hasil belajar,
tujuan instruksional dan prosedur yang dipilih.
b.
Model Bela H. Banaty
Model Banathy dikembangkan pada tahun 1968 oleh Bela H. Banathy.
Model yang dikembangkannya ini berorientasi pada hasil pembelajaran, sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yakni pendekatan yang
didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal
yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus
bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
Tahapan model pengembangan instruksional Banathy meliputi enam
tahap, yaitu:
1.
Menganalisis
dan merumuskan tujuan, baik tujuan umum maupun tujuan yang lebih spesifik, yang
merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai peserta didik.
2.
Mengembangkan
kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Hal
ini dilakukan agar setiap tujuan yang dirumuskan tersedia alat untuk menilai
keberhasilannya.
3.
Menganalisis
dan merumuskan kegiatan belajar, yakni merumuskan apa yang harus dipelajari
(kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai tujuan
belajar). Kemampuan awal siswa harus dianalisis atau dinilai agar mereka tidak
perlu mempelajari apa yang telah mereka kuasai.
4.
Merancang
sistem, yakni kegiatan menganalisis sistem dan setiap komponen sistem. Dalam
langkah ini juga ditetapkan jadwal dan tempat pelaksanaan dari masing-masing
komponen instruksional.
5.
Mengimplementasikan
dan melakukan tes hasil, yakni melatih (ujicoba) sekaligus menilai efektifitas
sistem. Dalam tahap ini perlu diadakan penilaian atas apa yang dilakaukan siswa
agar dapat diketahui seberapa jauh siswa mampu mencapai hasil belajar.
6.
Mengadakan
perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.
c.
Model PPSI
PPSI merupakan singkatan dari Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional, digunakan sebagai metode penyampaian dalam
rangka kurikulum 1975 untuk SD, SMP, SMA dan kurikulum 196 untuk
sekolah-sekolah kejuruan. PPSI menggunakan pendekatan yang berorientasi pada
tujuan. PPSI merupakan langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pengajaran
sebagai suatu sistem untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif.
d. Model
Kemp
Model pengembangan instruksional menurut Kemp (1977)
atau yang disebut desain instruksional, terdiri dari delapan langkah, yaitu:
1.
Menentukan
tujuan instruksional umum (TIU).
2.
Membuat
analisis tentang karakteristik siswa.
3.
Menentukan
tujuan instruksional seperti spesifik, operasional dan terukur.
4.
Menentukan
materi/bahan pelajaran yang sesuai dengan TIK.
5.
Menetapkan
pengajaran awal (pre-assessment).
6.
Menentukan
strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus
tersebut .
7.
Mengkoordinasi
sarana penunjang yang meliputi biaya, fasilitias, peralatan, waktu, dan tenaga.
8.
Mengadakan
evaluasi
e. Model
Pengembangan Gerlach dan Ely
Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971)
dimaksudkan sebagai pedoman perencanaan mengajar. Pengembangan system
instruksional menurut model ini melibatkan sepuluh unsur, antara lain:
1.
Merumuskan
tujuan
2.
Menentukan
isi materi
3.
Menurut
kemampuan awal
4.
Menentukan
teknik dan strategi
5.
Pengelompokkan
belajar
6.
Menentukan
pembagian waktu
7.
Menentukan
ruang
8.
Memilih
media instruksional yang sesuai
9.
Mengevaluasi
hasil belajar
10. Menganalisis umpan balik
f.
Model IDI (Instructional Development Institute)
Model ini dikembangkan oleh University Consortium for Instructional Development and Technology
(UCIDT), yang terdiri dari beberapa universitas lainnya. Sejak mulai
dikembangkan, model ini telah dicobakan dengan berhasil di lbih dari 344
institut pendidikan di Amerika Serikat dan di Negara-negara Asia-Eropa.
Pengembangan instruksional model IDI,
sebagaimana model-model yang lain, menerapkan prinsip-prinsip pendekatan
sistem, yaitu penentuan (define),
pengembangan (develop), dan evaluasi
(evaluate). Ketiga tahapan tersebut
dihubungkan dengan umpan balik (feedback)
untuk mengadakan revisi. Selanjutnya tiap tahapan tersebut terbagi lagi ke
dalam tiga fungsi atau langkah, sehingga kita dapati 9 fungsi/langkah.
2.
Tujuan dan Fungsi Pengembangan Instruksional
Menurut
Twelker, “pengembangan instruksional adalah cara yang sistematis dalam
mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan
strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Dari
pendapat Twelker ini, kegiatan pengembangan instruksional itu meliputi kegiatan
mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi materi dan strategi
belajar-mengajar dalam rangka mencapai tujuan belajar-mengajar.
Pada umumnya pengembangan
instruksional ini berisi tiga kegiatan pokok yang saling melakukan interaksi
umpan balik, yaitu:
1.
Kegiatan
menentukan masalah instruksional dan mengorganisasi alat untuk pemecahan
masalah instruksional tersebut.
2.
Kegiatan
menganalisis dan mengembangkan pemecahan masalah instruksional.
3.
Kegiatan
evaluasi pemecahan masalah instruksional.
Ketiga kegiatan dalam pengembangan instruksional
tersebut satu sama lain saling mengadakan interaksi dan umpan balik, dalam
rangka menghasilkan sistem instruksional yang efektif. Sehingga secara visual
pengembangan instruksional dapat digambarkan sebagai berikut:
Umpan balik
Sedangkan
secara lebih khusus tujuan pengembangan instruksional adalah
sebagai berikut:
a.
Untuk
mengidentifikasi masalah-masalah instruksional, dan mengorganisasi alat
pemecahan masalah tersebut.
b.
Untuk
menghasilkan strategi belajar-mengajar yang efektif, dalam rangka perbaikan
pengajaran dan pendidikan.
c.
Untuk
menghasilkan evaluasi belajar-mengajar yang efektif, dalam rangka perbaikan
pengajaran dan pendidikan.
d.
Untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan karakteristik peserta didik.
e.
Untuk
mengidentifikasi alat dan media yang cocok untuk sesuatu tujuan instruksional
tertentu dalam proses belajar-mengajar.
f.
Untuk
menentukan dan mengidentifikasi materi pengajaran yang cocok, agar
belajar-mengajar dapat efektif.
Sedangkan
fungsi dari pengembangan instruksional dalam belajar-mengajar adalah:
1.
Sebagai
pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, dalam rangka
perbaikan situasi pengajaran dan pendidikan.
2.
Sebagai
pedoman guru dalam mengambil keputusan instruksional, yang meliputi:
a.
Mengidentifikasi
kebutuhan dan karakteristik peserta didik
b.
Menentukan
tujuan instruksional
c.
Menentukan
materi pelajaran
d.
Menentukan
media dan alat peraga
e.
Menentukan
evaluasi pengajaran dan lain-lain.
3.
Sebagai
alat pengontrol/evaluasi, kesesuaian antara perencanaan instruksional dengan
pelaksanaan belajar-mengajar
4.
Sebagai
feed back bagi guru tentang
keberhasilan pelaksanaan belajar-mengajar, dalam rangka melakukan perbaikan
situasi pengajaran dan pendidikan
Agar pengembangan
instruksional mampu mencapai tujuan dan fungsinya secara baik, pengembangan
instruksional hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.
Kualitas
pengembangan
b.
Efektivitas
pengembangan
c.
Efisiensi
pengembangan
d.
Relevansi
pengembangan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan
suatu proses, seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media dan evaluasi.
Pengembangan instruksional adalah cara yang sistematis dalam
mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan
strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Hasil akhir dari pengembangan instruksional ialah suatu sistem
instruksional, yaitu materi dan strategi belajar
mengajar yang dikembangkan secara empiris yang secara konsisten telah dapat
mencapai tujuan instruksional tertentu.
Ada beberapa model pengembangan instruksional, misalnya model
pengembangan instruksional Briggs, Banathy, PPSI (Prosedur
Pengembangan Sisstem Instruksional), Kemp, Gerlach dan Ely, IDI (Instrucsional Development Institute),
dan lain-lain. Dalam aplikasinya, model-model tersebut diatas mempunyai banyak
perbedaan dan persamaan. Perbedaan model-model tersebut terletak pada istilah
yang dipakai, urutan, dan kelengkapan langkahnya.
B.
Saran
Jadilah makalah ini
sebagai media untuk menambah pengetahuan
tentang ilmu
perencanaan pengajaran. Kami sadar,
dalam makalah ini banyak terdapat kesalahan. Maka dari itu, penulis
mengharapkan saran dan kritikan dan konstruksi demi perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Harjanto. 2008. Perencanaan
Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Comments
Post a Comment