Skip to main content

Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW : Ritual dan Aktual


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Selawat atau shalawat adalah bentuk jamak dari kata shalat yang berarti doa atau seruan kepada Allah. Membaca shalawat untuk Nabi, memiliki maksud mendoakan atau memohonkan berkah kepada Allah untuk Nabi Muhammad SAW dengan ucapan, pernyertaan serta pengharapan, semoga beliau (Nabi Saw.) sejahtera, tak kurang satu apapun dan selalu dalam rahmatNya. Sesungguhnya shalawat terhadap Nabi memilliki kedudukan yang tinggi di dalam hati setiap muslim.
Pembahasan pada bab ini akan membahas secara ringkas tentang hadis dan hukum tentang shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

BAB II
PEMBAHASAN

عن ٲبي هر ير ۃ ٲن رسو ل الله صلى اﷲ عليھ و سلم  قل  من صلى علي واحدۃ صلى لله عليھ عشرا (رواہ ا بود ود)
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali, niscaya Allah akan bershalawat juga kepadanya sepuluh kali” (HR. Abu Dawud)

A.    Sumber Riwayat

Sumber riwayat hadis di atas adalah Abu Hurairah. Ia termasuk salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw. yang selalu menarik perhatian karena kontroversial dan selalu menjadi bahan diskusi. Nama dan kelahirannya serta masuk Islam saja masih diperselisihkan. Beberapa tesis dan disertasi doktor lahir hanya membaha persoalan Abu Hurairah ini. Ada kalangan tertentu yang tidak hanya mengeritik, tetapi meragukan bahkan lebih dari itu ia menolak keberadaan dan eksistensi periwayatannya dengan menulis sebuah buku khusus “menggugat” Abu Hurairah. Sebaliknya, ada juga yang mendukung dan membela serta mempertahankan eksistensi Abu Hurairah dengan menulis juga sebuah buku berjudul “Abu Hurairah Rawiyah al-Islam”. Paling tidak, ada tiga kalangan yang biasa mengeritik Abu Hurairah, yaitu kalangan orientalis, syi’ah, dan dari kalangan Islam (Sunni) sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah Ignaz Goldizher, Joseph Schact, G.H.A. Juynboll, Mahmud Abu Rayyah pengarang buku al-Adhwa’ ‘Ala as-Sunnah al-Muhammadiyah yang berasal dari Mesir, Ahmad Amin pengarang buku Fajr al-Islam, dan lain-lainnya.
Abu Hurairah menjadi objek kritikan karena ia terbanyak meriwayatkan hadis Nabi Saw, yaitu sebanyak 5.374 hadis dibandingkan dengan sahabat-sahabat lainnya, seperti Abu Bakar Ash-shiddiq yang hanya meriwayatkan 142 hadis, Umar Ibn Khattab hanya 537 hadis, Usman Ibn Affan hanya 146 hadis, Ali Ibn Thalib hanya 586 hadis, dan Aisyah isteri Nabi Saw sendiri hanya 2210 hadis. Mereka ini sangat dekat dengan Nabi Saw. dan lebih awal masuk Islam serta banyak ikut menyaksikan dan termasuk pelaku peristiwa-peristiwa asbab an-Nuzul dan asbab al-Wurud al-Hadits, sedangkan Abu Hurairah belakangan baru masuk Islam. Ada yang mengatakan, ia masuk Islam setelah terjadinya Perang Khaibar pada tahun 7 H/629M sehingga keislaman dan pergaulannya dengan Nabi Saw. hanya dalam kurun waktu sangat singkat, yaitu hanya 3 tahun lebih baru Nabi Saw. wafat.
Nama Abu Hurairah saja diperdebatkan, bahkan ada ulama yang menyebutkan mengenai namanya dan nama ayahnya sampai ada 30 pendapat. Namun, pendapat yang lebih sahih adalah yang mengatakan bahwa nama lengkapnya ialah Abd. Ar-Rahman Ibn Shakhr ad-Dausiy al-Yamaniy. Ia berasal dari keturunan Tsa’labah Ibn Salim ibn Fahm ibn Ghanam Ibn Daus al-Yamaniy. Pada zaman jahiliyah, namanya Abd Syams, lalu Rasulullah Saw memberinya nama yaitu Abd. Rahman. Beliau lebih popular dengan nama Abu Hurairah, padahal sebetulnya, Nabi Saw. sendiri hanya menjulukinya dengan “Abu Hirrun” artinya bapak kucing, karena ia sering membawa anak kucing dalam sakunya.
Abu Hurairah lahir tahun 19 atau 20 sebelum hijrah (SH) di daerah Yaman Arabia Selatan dari etnis Daus, sehingga ia dikenal di belakang namanya disebut ad-Dausiy al-Yamaniy. Ia masuk Islam sejak masih di Yaman atas ajakan dan dakwah al-Thufail ibn ‘Amr ad-Dausiy. Dan ini terjadi pada tahun sebelum hijrahnya Nabi Saw. ke Madinah. Kemudian ia hijrah meninggalkan negeri Yaman menuju ke Madinah dan ia tiba disana tepat pada malam kemenangan perang Khaibar (7H/629M). dari sinilah banyak kalangan mengira bahwa nanti setelah perang Khaibar baru Abu Hurairah masuk Islam, karena ia tiba di sana pada malam perayaan kemenangan perang Khaibar. Padahal, sesungguhnya jauh sebelum hijrah Nabi Saw ke Madinah ia sudah memeluk Islam di negeri Yaman.
Abu Hurairah terbanyak meriwayatkan hadis dibandingkan sahabat lain dan Khulafa’ ar-Rasyidin sendiri. Hal ini disebabkan karena mereka lebih banyak menyibukkan diri pada aktivitas politik, pemerintahan, dan peperangan serta lebih duluan wafat. Sedangkan Abu Hurairah sendiri lebih banyak mencurahkan perhatiannya bahkan sepenunya pada aktivitas keilmuan, khususnya bidang hadis. Ia tekun mendampingi Nabi Saw. sehingga banyak mendengar dan menyaksikan apa yang diperbuat oleh Nabi Saw. dan ia tinggal di masjid Nabi sebagai Ahl ash-Shuffah. Demikian pula, Abu Hurairah lama hidup setelah Nabi Saw. wafat, yaitu kurang lebih 46 tahun. Bahkan ia menjadikan tempat tinggalnya sebagai pusat sanggar tempat berlangsungnya aktivitas keilmuan sehingga hadis-hadis yang bersmber darinya banyak teriwayatkan melalui murid-muridnya.
Menurut Bukhari, mereka yang menerima riwayat dari Abu Hurairah, baik dari kalangan sahabat maupun tabiin mencapai lebih dari 800 orang. Abu Hurairah pada masa belakangan diketahui bisa menulis dan didapati bahwa ia punya catatan-catatan hadis tersendiri.
Banyak orang keliru memahami jumlah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, sebab mereka mengira bahwa hadis yang dimaksud adalah teks atau matan hadis saja, padahal sesungguhnya yang dimaksudkan adalah termasuk sanadnya. Menurut para pakar ilmu hadis, bahwa setiap sanad disebut juga sebagai suatu hadis. Jadi, kalau suatu hadis diriwayatkan melalui 20 jalur sanad, maka itu berarti menjadi 20 hadis. Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah mencapai 5.347 itu termasuk jumlah sanadnya. Menurut penelitian terakhir menunjukkan bahwa jumlah matan hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah hanya mencapai 1.236 hadis. Mereka yang meragukan dan menentang bahkan menolak keberadaan Abu Hurairah sebagai periwayat hadis sebagaimana disebutkan di atas, karena kekeliruan dalam memahami perhitungan hadis-hadisnya dan masa kelahirannya yang sesungguhnya. Di antara jumlah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah di atas, ada 325 hadis terdapat dalam Shahih Bukhari, dan 189 hadis oleh Muslim sendiri.

B.     Takhrijul Hadis
Hadis tersebut di atas diriwayatkan oleh beberapa periwayat dalam berbagai kitab hadis, yaitu dalam Sunan Abu Daud pada hadis no. 1530, Shahih Muslim no. 408, Sunan at-Tirmidzi no. 485, Sunan an-Nasa’I no. 1296 dan 1297, dan Musnad Ahmad tiga kali, yaitu pada hadis no. 8637, 8665, dan 9915.
Selain susunan redaksi hadis di atas, juga terdapat redaksi lain yang agak lebih panjang, sebab di dalamnya disebutkan bahwa Allah bershalawat dan mencatat baginya 10 kebaikan bagi orang yang bershalawat kepada Nabi Saw. Bunyi teks hadis tersebut adalah :
من صل علي صلا ۃ  صلى الله عليھ بھا عشرا وکتب لھ بھا عشرا حسنا ت
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunannya pada no. 484 dan Ahmad dalam Musnadnya pada no. 7507 dan 7508. Semua hadis di atas periwayatannya bersumber dari Abu Hurairah. Selian itu ada juga yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya Mu’jam al-Ausath dan ad-Dhiya’ dalam bukunya al-Mukhtarah yang bersumber dari Umar bin Khattab. Dalam hadis ini disebutkan bahwa Allah bershalawat dan meninggikan 10 derajat bagi orang yang bershalawat kepada Nabi Saw. bunyi teks hadisnya adalah :
من صل عليك من امتك واحدة صل صلى الله عليھ عشرا و ر فعھ بھا عشر درجات
Selain itu ada juga yang bersumber dari Abdullah ibn Amr bin Ash yang susunan redaksinya lebih panjang lagi sebab merupakan bagian dari bacaan dan doa yang diucapkan ketika mendengar panggilan adzan, yaitu:

إذ سمعتم المٶ ذ ن , فقو لوا مثل ما يقو لو, ثم صلو علي فإ نھ  من صل علي صلا ۃ  صلى الله عليھ بھا عشرا, ثم سلوا الله لي الو سيلة, فإ نھا منز لة في  الجنة لا تنبغي ٳلا لعبد من عبا د الله وٲرجوٲن ٲ کو ن ٲنا ھو فمن  سٲ ل لي الوسيلة حلت لھ اشفا عة
“Jika kalian mendengar muadzin beradzan, maka jawablah dengan membaca seperti yang dibaca oleh muadzin, kemudian bershalawatlah kepadaku, sesungguhnya orang yang bershalawat kepadaku satu kali, niscaya Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali. Kemudain mintalah kepada Allah wasilah untukku, sebab ia merupakan tempat dalam surge yang tidak layak ditempati kecuali antara hamba Allah dan aku berharap agar akulah yang mendapatkannya. Barangsiapa yang meminta wasilah itu untukku, makan ia berhak memperoleh syafaatku”
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya pada no. 577, Tirmidzi dalam Sunannya pada no. 671, Abu Daud dalam Sunannya pada no. 439, dan Ahmad dalam Musnadnya pada no. 6280.
C.    Mukharrijul Hadis
Adapun mukharrij yang meriwayatkan dan mengoleksi hadis tersebut di atas ke dalam Sunannya sehingga samapai ke tangan kita sekarang ini adalah Abu Daud. Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Shihab bin Amar bin Amran Al-Azdi As-Sijistani. As-Sijistani ini sebagai nisbah kepada Sijistan suatu daerahyang popular di kawasan India, terletak diantara Sind dan Hirat, atau di antara Khurasan dan Kirman. Abu Daud dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di kota Sijistaan, dan beliau wafat dikota Bashrah tanggal 16 Syawal 275 H (20 Februari 889M).[1]
Abu Daud sejak kecil sudah mempersiapkan dirnya untuk mengadakan perlawatan ke berbagai negeri dalam rangka belajar dan mengumpulan hadis, misalnya ke negeri Hijaz, Syiria, Mesir, Irak, Shagar, Khurasan dan negeri-negeri lainnya. Dalam hasil perlawatannya ini, hadis-hadis yang dipelajari dan telah dikumpulkannya, lalu diseleksi dan dituangkan dalam sebuah kitabnya yang popular disebut Sunan Abu Daud. Kitab Sunannya ini diperlihatkan kepada tokoh ulama hadis Ahmad Ibn Hambal (241 H/855M). Dengan bangga Imam Ahmad memujinya sebagai kitab yang sangat baik. Abu Daud menjadikannya sebagai kitab acuan dan pegangan utama dalam mengajarkan hadis dan fikih. Abu Daud menetap di Basrah atas permintaan gubernur setempat yang menghendaki supaya Basrah menjadi “Ka’bah” bagi para ilmuan dan peminat studi hadis.
Menurut satu pendapat, bahwa Abu Daud adalah berhaluan madzhab Syafi’i. tetapi menurut Abu Syuhbah, Abu Daud adalah seorang mujtahid. Hal ini terlihat pada gaya susunan dan sistematika kitab Sunannya, dan juga kemampuan berijtihad merupakan salah satu sifat khas para imam hadis pada masa-masa awal. Selain Sunannya, kitab-kitab lainnya ialah: Masail Imam Ahmad, Az-Zuhud, A’lam An-Nubuwah, An-Nasikh wal Mansukh, dll.
Kitab Sunan Abi Daud memuat 4.800 hadis yang telah diseleksi dari 500.000 hadis yang ia riwayatkan. Namun, yang jelas bahwa Sunan Abi Daud yang ada di tangan kita sekarang ini telah ditahqiq dan diberi nomor oleh ulama hadis, seperti Shidqi Muhammad Jamil dan Muhyiddin sampai pada nomor 5.274 pada hadis terakhir. Perbedaan jumlah hitungan ini disebabkan arena ada yang memandang sebuah hadis yang diulang-ulang sebagai satu hadis, sementara ulama lainnya, justru menganggapnya sebagai dua hadis atau lebih. Abu Daud menyusun kitab Sunannya khusus memuat hadis-hadis hukum. Ketika selesai disusun, Abu Daud memperlihatkannya kepada imam Ahmad Ibn Hambal, dan beliau memujinya sebagai kitab yang indah dan baik. Kualitas hadisnya selain yang sahih, ada juga yang hasan, dhaif yang tidak terlalu dhaif, dan hadis-hadis yang tidak disepakati para ulama hadis untuk ditinggalkannya. Hadis-hadis yang sangat dhaif ia jelaskan kedhaifannya.
D.    Asbab al-Wurud
Adapun latar belakang yang menyebabkan hadis tersebut disabdakan Nabi Saw. adalah ketika beliau keluar untuk keperluan tertentu dan tak seorangpun yang mengikutinya. Umar cemas dakan keselamatan beliau, sehingga ia mengikuti dan mengawasi dari jarak jauh. Ternyata Rasulullah Saw. pergi untuk melepaskan hajat dan berwudhu di sana. Umar melihat Rasulullah Saw. bersujud di tempat berwudhu itu yang ada air minumnya. Umar mengambul tempat agak menjauh ari beliau. Setelah mengangkat kepalanya, Rasulullah Saw. melihat Umar dan bersabda: “Bagus sekali tindakanmu Umar, ketika engkau mendapati aku sedang bersujud dan engkau agak menjauh dari padaku. Aku bersujud, karena Jibril datang menyampaikan kabar gembira mengenai orang-orang yang bershalawat kepadaku. Jibril menyampaikan: “Barangsiapa bershalawat kepadamu (maksudnya Nabi Muhammad Saw.) dari kalangan umatmu hanya sekali saja, Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali dan meninggikannya sampai sepuluh derajat.”

E.     Fiqhul Hadis
Memahami maksud dan pesan utama dari hadis tersebut di atas harus dikaitkan dengan konteks historis yang melatarbelakangi lahirnya hadis tersebut, yaitu terkait oleh adanya sikap kecintaan Umar kepada Nabi Saw. sehingga ia sangat mengkhawatirkan dan menjaga dengan ketat akan adanya gangguan terhadap diri Nabi Saw. orang bershalawat kepada pada hakikatnya merupakan perwujudan atau aplikasi dari rasa cintanya kepada beliau. Dan ini merupakan suatu tuntunan dan rangkaian dari keimanan, karena kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya itu harus didasari oleh rasa cinta dan bukan oleh rasa tekanan, beban, atau paksaan. Mengenai bershalawat ini dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman.
انﱠ اﷲ وَ مَلا  ﺌﻜَتھ يصلوْ نَ عَلَى النَّبِيۗ  يا ايھا  الذ ن ﺁمنوا صلو عليھ  و سلموا تسيماً
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkan salam penghormatan kepadanya” (QS. Al-Ahzab: 56)
Bahkan Nabi Saw. sendiri menegaskan bahwa orang yang tidak mau bershalawat terutama ketika mendengar nama beliau disebut adalah orang kikir dan termasuk golongan yang celaka. Hal ini dinyatakan dalam sabdanya :
البخيل الذ ي من ذڪر ت عند ہ  فلم يصل عليّ
“Orang kikir adalah orang yang namaku disebut di sisinya lalu ia tidak bershalawat kepadaku” (HR. Tirmidzi bersumber dari Ali bin Abi Thalib)
رغم أنف رجل ذڪر ت  عند ہ  فلم يصل عليّ
“Celakalah seseorang yang di sisinya namaku disebut, lalu dia tidak membacakan shalawat kepadaku” (HR. Tirmidzi bersumber dari Abu Hurairah)

Shalawat itu mengandung arti doa, rahmat, berkat, ampunan atau ibadah. Adapun makna shalawat secara terminologi dipahami dengan disesuaikan kepada pelaku yang bershalawat itu. Kalau yang bershalawat itu adalah Allah kepada Nabi Saw. itu mengandung arti mencurahkan rahmat. Curahan rahmat Allah itu dengan cara memuji dan menampakkan keutamaan dan kemuliaannya serta mendekatan diri Nabi Saw. kepada diri-Nya. Kalau pelakunya adalah malaikat, maka ia mengandung arti istighfar atau permohonan ampunan. Misalnya, malaikat bershalawat itu berarti malaikat memohonkan ampunan kepada siapa yang dishalawati. Dan kalau pelakunya manusia pada umumnya, maka itu mengandung arti sebagai doa. Adapun pengertian kita bershalawat kepada Nabi Saw. adalah kita mengakui kerasulannya serta memohon kepada Allah agar keutamaan dan kemuliaannya tampak, bangkit, berkembang, besar, tersebar, tersiar ke mana-mana di muka bumi ini.
Kalau kita membaca bacaan shalawat, misalnya     اللھمّ صل على محمد   (Allahumma Shalli ‘ala Muhammad) artinya ya Allah, besarkan, dan muliakanlah Nabi Muhammad Saw dengan menambah kebesaran dan perkembangan agama Islam yang dibawanya, dengan meninggikan sebutannya, dnegan mengekalkan syariatnya di dunia dan dengan menerima syafa’atnya (pembelaan dan jaminan) terhadap umatnya, serta memberikan wasilah dan maqam mahmudah (kedudukan dan derajat terpuji) kepadanya di akhirat.
Selama ini umumnya oleh umat Islam hanyalah sebatas membaca bacaan shalawat, belum bershalawat sesuai pengertian di atas. Hal ini disebabkan karena mereka memahami hadis secara tekstual sehingga belum bisa melaksanakan tuntunan dan ajaran yang terkandung dalam hadis itu secara maksimal.
Praktek pembacaan shalawat yang disertai wirid dan doa serta hizib banyak dilakukan oleh umat Islam. Selain shalawat Badar yang sangat popular, juga ada shalawat nariyah, shalawat munjiyah, shalawat thibbiyah, shalawat kamaliyah, shalawat fatih, shalawat tafrijiyah, dan lain-lain. Bahkan ada satu buku yang memuat khusus tentang shalawat hingga mencapai 70 macam shalawat, yaitu Afdhal ash-Shalawat ‘Ala Sayyid as-Sadat karya an-Nabhani. Dan ada lagi buku shalawat berjudul Dalail al-Khairat yang popular dengan nama shalawat lengkap, karena isinya berupa tuntunan khusus praktek pembacaan shalawat secara lengkap dimulai dari shalawat khusus hari Ahad, sampai shalawat hari Sabtu. Pembacaan shalawat seperti di atas umumnya didorong oleh adanya keutamaan-keutamaan dalam bershalawat kepada Nabi Saw. bahkan lebih dari itu karena ingin mengambil manfaat dan faedah-faedah tertentu dari bacaan shalawat itu. Terlepas dari sahih atau tidaknya praktek-praktek pembacaan shalawat seperti ini sesuai dengan tuntunan sunnah Rasul atau hanya tuntunan dari para ulama, yang jelas bahwa cara-cara bershalawat seperti ini belum maksimal sebelum diiringi dengan usaha dan upaya untuk membesarkan dan mengembangkan ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai wujud dan aplikasi kecintaan kita kepada beliau.

Dengan demikian, bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai wujud dari rasa kecintaan beliau ada dua macam:
1.      Shalawat ritual, yaitu membaca bacaan shalawat sebagaimana yang dituntunkan dalam bunyi teks hadis-hadis Nabi Saw. baik dibaca ketika dalam shalat maupun di luar shalat. Dalam bershalawat harus didorong dan didasari oleh rasa kecintaan kepada Nabi Saw. bukan karena ingin cepat sembuh, cepat dapat rezeki, dapat jodoh, dapat jabatan dan pangkat, dan lain-lain. Adapun bacaan shalawat yang dibaca sebagai ibadah itu adalah yang ada tuntunannya dalam hadis Nabi Saw. minimal اللھمّ صل على محمد dan yang paling utama adalah shalawat yang dibaca ketika tasyahud dalam shalat.  Dalam buku yang ditulis oleh Syekh Nashiruddin al-Albani berjudul Shifatu Shalati an-Nabiy Saw. ada tujuh macam lafal atau bacaan shalawat khususnya dalam shalat menurut tuntunan hadis-hadis Nabi Saw. begitu juga dalam buku Pedoman Dzikir dan Doa karya Prof. DR. TM. Hasbi ash-Shiddieqi ada Sembilan bacaan shalawat yang dicontohkan berdasarkan dari hadis-hadis yang berkualitas shahih yang dapat dipertanggungjawabkan.
2.      Shalawat Aktual, adalah membaca bacaan shalawat lalu diiringi dengan usaha dan upaya untuk membesarkan dan mengembangkan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Saw. sehingga tegak dan jaya di seluruh permukaan bumi ini. Upaya dan usaha membesarkan dan mengambangkan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Saw. merupakan tugas dan wujud dari kecintaan kita kepada beliau dengan menyesuaikan kemampuan dan profesi, apakah dalam bentuk perbuatan, pemikiran, ide dan gagasan, pengetahuan, material, percetakan, internet, sosial politik, seni, dan lain-lain. Shalawat seperti inilah yang sesungguhnya diharapkan, sehingga dengan demikian, maka Allah juga akan bershalawat sepuluh kali lipat kepada yang bersangkutan. Allah bershalawat maksudnya, ialah Allah mencurahkan rahmat dan karunia kepadanya berupa kemuliaan, keutamaan, keunggulan, dan berbagai kelebihan lainnya, baik bersifat immaterial maupun material.
Dengan demikian kecintaan kepada Nabi Saw. tidak cukup hanya sebatas shalawat secara ritual, akan tetapi harus diiringi dengan shalawat aktual berupa aktualisasi di lapangan dengan membesarkan, mengembangkan dan menegakkan ajaran agama yang dibawa beliau serta mensyiarkan hingga jaya di permukaan bumi ini. Namun jauh lebih sempurna lagi kecintaan kepada Nabi Saw. jika cinta kepada beliau melebihi dari segala cinta kita akan kepentingan pribadi, keluarga dan segala fasilitas kenikmatan dunia lainnya. Dan itulah sesungguhnya bukti kesempurnaan keimananan.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita tarik beberapa kesimpulan antara lain:
1.      Abu Hurairah adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang paling banyak meriwatkan hadis Nabi diantara sahabat lainnya, hal ini dikarenakan para sahabat lainnya lebih banyak menyibukkan diri pada aktivitas politik, pemerintahan, dan peperangan serta lebih duluan wafat. Sedangkan Abu Hurairah sendiri lebih banyak mencurahkan perhatiannya bahkan sepenuhnya pada aktivitas keilmuan, khususnya bidang hadis. Ia tekun mendampingi Nabi Saw. sehingga banyak mendengar dan menyaksikan apa yang diperbuat oleh Nabi Saw.
2.      Bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai wujud dari rasa kecintaan beliau ada dua macam, yaitu shalawat ritual dan shalawat aktual. Shalawat ritual adalah  membaca bacaan shalawat sebagaimana yang dituntunkan dalam bunyi teks hadis-hadis Nabi Saw. baik dibaca ketika dalam shalat maupun di luar shalat. Shalawat Aktual adalah membaca bacaan shalawat lalu diiringi dengan usaha dan upaya untuk membesarkan dan mengembangkan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Saw. sehingga tegak dan jaya di seluruh permukaan bumi ini.

B.     Saran
Dari uraian singkat di atas dapat kita pahami bahwa shalawat kepada Nabi memiliki keutamaan tersendiri, alangkah baiknya bila kita sebagai umat muslim membaca shalawat kepada beliau karena didorong dan didasari oleh rasa kecintaan kepada beliau, bukan karena kepentingan yang lain. Dan lebih baik lagi jika kita dapat mengaktualisasikan makna yang sebenarnya dari shalawat kepada Nabi dalam kehidupan sehari-hari.




DAFTAR PUSTAKA
Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Sayadi, Wajidi. 2009. Hadis Tarbawi: Pesan-Pesan Nabi SAW. Tentang Pendidikan. Jakarta: Pustaka Firdaus.



[1] Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

Comments

Popular posts from this blog

Aplikasi Berbagai Model Pengembangan Sistem Instruksional

BAB I PENDAHULUAN A.                 LATAR BELAKANG Istilah pengembangan sistem instruksional ( instructional system design ) dan disain instruksional ( instructional design ) sering dianggap sama. “disain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan “mengembangkan” berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya. Berbagai macam model pengembangan pembelajaran dikembangkan dengan tujuan : 1.       Mudah dikomunikasikan kepada calon pemakai, baik guru maupun para pengelola pendidikan 2.       Memperlihatkan tugas-tugas utama yang harus dikerjakan untuk pengelolaan pembelajaran 3.       Memperlihatkan struktur semacam matrix antara tujuan belajar dan strategi belajar yang dapat dibandingkan anatar asatu dengan yang lainnya. ...

Review Buku Personality Plus karya Florence Littauer

Judul : Personality Plus Penulis : Florence Littauer Buku ini bagus. Kamu akan temukan ke-bagus-an buku ini setelah membaca dengan sabar semua penjabaran di dalamnya. Yang awalnya kamu akan berkata, “Saya orangnya kayak gimana sih?” dan akhirnya kamu bisa berkata, “Ternyata saya orang yang begini!” atau “Wah, ini saya banget!” Kenapa harus sabar? Karena buku ini super membosankan. Kalau dibandingkan dengan bukunya Mbak Monica Anggen yang judulnya “Jangan Kebanyakan Teori Deh!” atau “Yakin Selamanya Mau di Pojokan?” atau buku-buku seri pengembangan diri karya penulis Indonesia, buku ini gak ada apa-apanya. Isinya  full  tulisan, jangan harap ada ilustrasi sebagai pemanis di sini, ya kalaupun ada bagan, menurut saya sama sekali tidak menarik. Sebagai perbandingan, coba perhatikan dua foto di bawah ini ya.  Penampakan ilustrasi di buku YSMP-nya Monica Anggen Penampakan bagian dalam PP-nya Florence Littauer Mungkin karena ini buku...

Pengalaman Ikut Kampus Fiksi DivaPress (Part 2)

Demi menjalankan prinsip, ‘Mandilah sebelum orang lain mandi’ saya bangun pukul 04.00 WIB pada 30 Januari 2016. Cuma bangun, matikan alarm, terus tidur lagi. Sungkan juga sepagi itu sudah mandi, kelihatan banget kalau saya ngincer urutan pertama mandi. Jika Choi Taek dalam Reply 1988 berkata bahwa salah satu bagian terbaik dalam hidupnya setelah berpacaran dengan Deok Sun adalah berhenti minum obat tidur. Maka bagian terbaik dalam hidup saya saat mengikuti Kampus Fiksi adalah perbaikan gizi. Dalam sehari, kami diberi makan 3 kali sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam. Tak lupa dengan snack , kopi, gula, teh, Indomie, telur, yang selalu tersedia. Enak betul, bukan? *sungkem sama Pak Edi* Adalah hal yang mengagumkan bagi saya begitu sadar saat jarum menunjukkan pukul 7 pagi dan semua teman KF15 sudah selesai mandi. Hal ini mematahkan pikiran negatif saya bahwa angkatan saya akan membuat antrean panjang di depan kamar mandi menjelang waktu makan pagi. Congrats Gengs! Sesi per...