Skip to main content

Filsafat Ilmu : Sejarah Perkembangan Ilmu


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ilmu pengetahuan bermula dari rasa ingin tahu, yang merupakan cirri khas manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda di sekitarnya, seperti bulan, bintang, dan matahari. Bahkan ingin tahu tentang dirinya sendiri.
Ilmu pengetahuan merupakan pencarian makna praktis, yaitu penjelasan yang bisa dimanfaatkan. Penjelasan ini telah menjadi dasar ilmu pengetahuan manusia dari zaman pra-sejarah hingga awal abad ke-20.
Ilmu pengetahuan abad ke-20 telah mengubah segalanya, kemajuan-kemajuan serupa itu sebenarnya telah terjadi di masa-masa sebelumnya. Salah satu terjadi kira-kira tahun 2500 SM, ketika Stonehenge didirikan di Inggris dan Piramida dibangun di Mesir. Kedu monument ini menyatukan gagasan astronomis dan religious yang kecanggihannya tidak sepenuhnya diketahui hingga abad ini. Penyelidikan mendalam tentang Stonehenge dan piramida-piramida tersebut mengungkap pengetahuan matematika yang mengejutkan. Orang yang membangun kedua monument ini telah memahami istilah-istilah praktis yang paling sederhana tentang hubungan antara dua sisi tegak dengan sisi miring dari segitiga siku-siku yang tertentu. Dengan kata lain, mereka telah memahami dasar dari apa yang kita kenal sebagai dalil Pythagoras sekitar 2000 tahun sebelum Pythagoras lahir.
Sejarah perkembangan ilmu pengetahun lainnya juga mengungkapkan tentang peranan dunia Islam di dalamnya. Sekitar abad ke-7 M pada zaman Bani Umayyah, orang Islam menemukan cara pengamatan astronomi. Kemudian pada tahun 825 M, Al-Khawarizmi telah menyusun buku al-Jabar yang menjadi buku standar beberapa abad lamanya di Eropa.
Dari beberapa uraian tersebut, ternyata perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidaklah muncul dengan sendirinya. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang selalu lapar akan pengetahuan harus mengetahui secara detail sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dari waktu ke waktu.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     LANDASAN ILMU PADA ZAMAN YUNANI
            Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia, karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir masyarakat yang sagat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi implikasinya tidak sederhana. Manusia yang dulunya pasif menghadapi fenomena alam menjadi proaktif dan kreatif, sehingga alam dijadikan objek penelitian dan pengkajian. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru manusia.
Untuk menelusuri filsafat Yunani, perlu dijelaskan terlebih dulu asal kata filsafat. Sekitar abad IX SM di Yunanim Sophia diberi arti kebijaksanaan; Sophia juga berate kecakapan. Kata philosophos mula-mula dikemukakan dan dipergunakan oleh Herakleitos (540-480 SM). Sementara itu, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kata tersebut mula-mula dipakai oleh Phytagoras (580-500 SM). Namun pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang mengatakan bahwa Herakleitoslah yang pertama menggunakan istilah tersebut. Menurutnya, philosophos (ahli filsafat) harus mempunyai pengetahuan yang luas sebagai pengejawantahan daripada kecintaannya akan kebenaran dan mulai benar-benar jelas digunakan pada masa kaum Sofis dan Socrates yang memberi arti philosophein sebagai penguasaan sistematis terhadap pengetahuan teoretis. Philosophia adalah hasil dari perbuatan yang disebut philosophein itu, sedangkan philosophos adalah orang yang melakukan philosophein. Dari kata philosophia itulah nantinya timbul kata-kata philosophie (Belanda, Jerman, Prancis), philosophy (Inggris). Dalam bahasa Indonesia disebut filsafat atau falsafat.
Mencintai kebenaran/pengetahuan adalah awal proses manusia mau menggunakan daya pikirnya, sehingga dia mampu membedakan mana yang riil dan mana yang ilusi.
Karena manusia selalu berhadapan dengan alam yang begitu luas dan penuh misteri, timbul rasa ingin mengetahui rahasia alam itu. Lalu timbul pertanyaan dalam pikirannya; dari mana datangnya alam ini, bagaimana kejadiannya, bagaimana kemajuannya dan ke mana tujuannya? Pertanyaan semacam inilah yang selalu menjadi pertanyaan di kalangan filosof Yunani, sehingga tak heran kemudian mereka disebut dengan filosof alam, karena perhatiannya yang begitu besar pada alam. Para filosof alam ini disebut filosof pra Socrates, sedangkan Socrates dan setelahnya disebut para filosof pasca Socrates yang tidak hanya mengkaji tentang alam, tetapi manusia dan perilakunya.
Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam adalah Thales (624-546 SM). Ia digelari Bapak Filsafat, karena dialah orang yang mula-mula berfilsafat dan mempertanyakan. “Apa sebenarnya asal usul alam semesta ini?” pertanyaan ini sangat mendasar terlepas apa pun jawabannya. Namun, yang penting adalah pertanyaan itu dijawabnya dengan pendekatan rasional, bukan dengan pendekatan mitos atau kepercayaan. Ia mengatakan asal alam adalah air, karena air unsur penting bagi setiap makhluk hidup, air dapat berubah menjadi gas, seperti uap dan benda padat, seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air.[1]
Setelah Thales, muncul Anaximandros (610-540 SM). Anaximandros mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya. Dia tidak setuju jika unsur utama alam adalah salah satu dari unsur-unsur yang ada, seperti air dan tanah. Unsur utama alam harus yang mencakup segalanya dan diatas segalanya, yang dinamakan apeiron. Karena itu, Anaximandros tidak puas dengan menunjukkan salah satu anasir sebagai prinsip alam, tetapi ia mencari yang lebih dalam, yaitu ztat yang tidak dapat diamati oleh pancaindera.
Berbeda dengan Thales dan Anaximandors, Herakleitos melihat alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah. Itu berarti bahwa bila kita hendak memahami kehidupan kosmos, kita harus menyadari bahwa kosmos itu dinamis. Segala sesuatu saling bertentangan dan dalam pertentangan itulah kebenaran. Ungkapan yang terkenal dari Herakleitos dalam menggambarkan perubahan ini adalah panta rhei uden menei (semuana mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal mantap).
Itulah sebabnya, ia mempunyai kesimpulan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, tetapi aktor dan penyebabnya, yaitu api  adalah unsur  yang paling asasi dalam alam, karena api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.
Filosof alam yang cukup berpengaruh adalah Parmenides (515-440 SM), yang lebih muda umurnya dari Herakleitos. Dialah yang pertama kali memikirkan tentang hakikat yang ada (being). Sesuatu yang tetap dan berlaku umum tidak dapat ditangkap melalui indra tetapi dapat ditangkap lewat pikiran atau akal. Untuk memunculkan realitas tersebut hanya degan berpikir. Maka, yang ada (being) itu ada, yang ada tidak dapat hilang menjadi tidak ada, dan yang tidak ada tidak mungkin muncul menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada, sehingga tidak dapat dipikirkan. Yang dapat dipkirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan.
Menurut pendapatnya, apa yang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Hal ini berbeda dengan pendapat Herakleitos, yaitu bahwa realistis adalah gerak dan perubahan.[2] Gerak alam yang terlihat menurut Parmenides adalah semu, sejatinya alam itu diam. Akibat dari pandangan ini kemudian muncul prinsip panteisme dalam memandangn realitas.
Pythagoras (580-500 SM) mengembalikan segala sesuatu kepada bilangan. Baginya tidak ada satupun di alam ini yang terlepas dari bilangan. Semua realitas dapat diukur dengan bilangan (kuantitas). Karena itu, dia berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama dari alam dan sekaligus menjadi ukuran. Kesimpulan ini ditarik dari kenyataan bahwa alam adalah harmoni antara bilangan dan gabungan antara dua hal yang berlawanan.
Kalau segala-galanya adalah bilangan, itu berarti bahwa unsur bilangan merupakan juga unsur yang terdapat dalam segala sesuatu. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Demikian juga seluruh jagad raya merupakan suatu harmoni yang mendamaikan hal-hal yang berlawanan. Artinya segala sesuatu berdasarkan dan dapat dikembalikan pada bilangan.
Galileo menegaskan bahwa alam ditulis dalam bahasa matematika. Dalam filsafat ilmu, matematika merupakan sarana ilmia yang terpenting dan akurat karena dengan pendekatan matematiklah ilmu dapat diukur dengan benar dan akurat. Disamping itu, matematika dapat menyederhanakan uraian panjang dalam bentuk simbol, sehingga lebih cepat dipahami.
Setelah berakhirnya masa filosof alam, muncul masa transisi, yakni penilitian terhadap alam tidak lagi menjadi fokus utama, tetapi sudah beralih pada penyelidikan pada manusia.
Kaum Sofis memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Tokoh utamanya adalah Protagoras (481-411 SM). Ia menyatakan bahwa “manusia” adalah ukuran kebenaran. Pernyataan ini merupakan cikal-bakal humanisme. Protagoras menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat subjektif dan relatif. Akibatnya tidak aka nada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan teori matematika tidak dianggapnya mempunyai kebenaran yang absolut.
Tokoh lain dari Sofis adalah Gorgias (483-375). Menurutnya ada tiga proposisi:
1.      Tidak ada yang ada, maksudnya realitas itu sebenarnya tidak ada. Pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas.
2.      Bila sesuatu itu ada, ia tidak akan dapat diketahui. Ini disebabkan oleh pengindraan yang tidak dapat dipercaya, pengindraan itu sumber ilusi. Akal tidak juga mampu menyakinkan kita bahwa semesta alam ini karena akal kita telah diperdaya oleh dilema subjektivitas.
3.      Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Sikap skeptis Gorgias ini dianggap oleh sebagian filosof sebagai pandangan nihilisme, yakni kebenaran itu tidak ada.
Pengaruh positif gerakan kaum Sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka mengingatkan filosof bahwa persoalan pokok dalam filsafat bukanlah alam melainkan manusia. Ilmu juga mendapat ruang yang sangat kondusif dalam pemikiran kaum Sofis karena mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan sekaligus merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesa baru. Dalam filsafat ilmu, pandangan relatif tentang kebenaran menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses mencari ilmu. Karena itu, ilmu itu terbatas, tetapi proses mencari ilmu tidak terbatas.
Namun, para filosof setelah kaum Sofis tidak setuju dengan pandangan tersebut, seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Menurut mereka, ada kebenaran objektif yang bergantung kepada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran objektif itu dengan menggunakan metode dialektika.
Socrates berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dasar dari segala penelitian dan pembahasan adalah pengujian diri sendiri.
Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat Yunani, karena pada zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato yang berhasil mensintesakan antara pandangan Herakleitos dan Parmenides. Menurut Herakleitos, segala sesuatu berubah, sedangkan Parmenides mengatakan sebaliknya, untuk mendamaikan pandangan ini, Plato berpendapat bahwa pandangan Herakleitos benar, tetapi hanya berlaku bagi alam empiris saja, sedangkan pendapat Parmenides juga benar, tetapi hanya berlaku bagi idea-idea bersifat abadi dan idea inilah yang menjadi dasar bagi pengenalan yang sejati.
Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles. Murid Plato yang berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem: logika, matematika, fisika dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme terdiri dari tiga premis:
-          Semua manusia akan mati (premis mayor)
-          Socrates seorang manusia (premis minor)
-          Socrates akan mati (konklusi)
Logika Aristoteles ini juga disebut dengan logika deduktif, yang mengukur valid atau tidaknya sebuah pemikiran.
Aristoteles yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoretis dan praktis. Yang teoretis mencakup logika, metafisika dan fisika, sedangkan yang praktis mencakup etika, ekonomi dan politik. Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman juga bagi klasifikasi ilmu di kemudian hari. Aristoteles dianggap bapak ilmu karena dia mampu meletakkan dasar-dasar dan metose ilmiah secara sistematis.  
Filsafat Yunani yang rasional itu dikatakan berakhir setelah Aristoteles menuangkan pemikirannya. Akan tetapi sifat rasional itu masih digunakan selama berabad-abad sesudahnya sampai sebelum filsafat benar-benar memasuki dan tenggelam dalam abad pertengahan. Namun jelas, setelah periode ketiga filosof besar itu, mutu filsafat semakin merosot. Kemunduran filsafat itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu, yaitu sejalan dengan terpecahnya kerajaan Macedonia menjadi pecahan-pecahan kecil setelah wafatnya Alexander The Great. Tepatnya pada ujung sebelum Masehi menjelang Neo-Platonisme, filsafat benar-benar mengalami kemunduran.

B.      PERKEMBANGAN ILMU ZAMAN ISLAM
Sejak awal kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu. Sebagaimana sudah diketahui, bahwa Nabi Muhammad Saw, ketika diutus oleh Allah sebagai rasul, hidup dalam masyarakat yang terbelakang, dimana paganisme tumbuh menjadi sebuah identitas yang melekat pada masyarakat Arab masa itu. Kemudian Islam datang menawarkan cahaya penerang yang mengubah masyarakat Arab jahiliyyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab.
Ketika Rasulullah Saw. menerima wahyu pertama yang mula-mula diperintahkan kepadanya adalah “membaca”. Jibril memerintahkan Muhammad dengan bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Perintah ini tidak hanya seklai diucapkan Jibril tetapi berulang-ulang sampai Nabi dapat menerima wahyu tersebut. Dari kata iqra inilah kemudian lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui cirri sesuatu, dan membaca teks baik yang tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu menghendaki umat Islam untuk senantiasa “membaca” dengan dilandasi bismi Rabbik, dalam arti hasil bacaan itu nantinya dapat bermanfaat untuk kemanusiaan.
Selain ayat tersebut, ada juga hadis Rasulullah yang menekankan wajibnya mencari ilmu, bahkan begitu pentingnya kalau perlu “carilah ilmu sampai ke negeri Cina”. Dengan demikian, Al-Qur’an dan Hadis kemudian dijadikan sebagi sumber ilmu yang dikembangkan oleh umat Islam dalam spektrum yang seluas-luasnya.
Kedua sumber pokok Islam ini memainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembangan ilmu-ilmu. Peran itu adalah: pertama, prinsip-prinsip semua ilmu dipandang kaum muslimin terdapat dalam Al-Qur’an. Dan sejauh pemahaman terhadap Al-Qur’an, terdapat pula penafsiran yang bersifat esoteris terhadap kitab suci ini, yang memungkinkan tidak hanya pengungkapan misteri-misteri yang dikandungnya tetapi juga pencarian makna secara lebih mendalam, yang berguna untuk pembangunan paradigma ilmu. Kedua, Al-Qur’an dan Sunnah menciptakan atmosfir khas yang mendorong aktivitas intelektual dalam konforitas dengan semangat Islam.



Perkembangan ilmu dalam Islam terbagi dalam beberapa zaman, yaitu:
1.      Penyampaian Ilmu dan Filsafat Yunani ke Dunia Islam
Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat di dunia Islam, pada dasarnya terdapat upaya rekonsiliasi antara pandangan filsafat Yunani dengan pandangan keagamaan dalam Islam yang seringkali menimbulkan benturan-benturan. Usaha-usaha mereka pada gilirannya menjadi alat dalam penyebaran filsafat dan penetrasinya ke dalam studi-studi keislaman lainnya, dan tak diragukan lagi upaya rekonsiliasi para filosof muslim ini menghasilkan afinitas dan ikatan yang kuat antara filsafat Arab dan filsafat Yunani. Sisi lain yang menunjang keberhasilan Islam dalam menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan adalah aktivitas penerjemahan.
2.      Perkembangan Ilmu pada Masa Islam Klasik
Salah satu peristiwa penting dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dalam Islam adalah peristiwa Fitnah al-Kubra, yang ternyata tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi politik, tapi juga membawa perubahan besar bagi tumbuh kembang ilmu dalam dunia Islam.
Pasca Fitnah al-Kubra bermunculan aliran politik dan teologi. Dari sini dapat dikatakan bahwa sejak awal Islam kajian-kajian dalam bidang teologi suda berkembang, meskipun dalam bentuk embrio. Embrio inilah yang pada masa kemudian menemukan bentuknya yang lebih sistematis dalam kajian-kajian teologis dalam Islam.
Tahap penting berikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi keilmuan Islam ialah masuknya unsur-unsur dari luar ke dalam Islam, khususnya budaya Perso-Semitik dan budaya Hellenisme. Yang belakangan disebut mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran Islam.
3.      Perkembangan Ilmu pada Masa Kejayaan Islam
Pada masa kejayaan umat Islam, khususnya pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu berkembang sangat maju dan pesat. Kemajuan ini membawa Islam pada masa keemasannya. Perkembangan ilmu pada masa ini terpusat pada kegiatan penerjemahan buku-buku asing, terutama naskah dan buku kuno dari Yunani ke dalam bahasa Arab.
Perkembangan ilmu selanjutnya berada pada masa pemerintahan Al-Ma’mun, seorang rasionalis pengikut Mu’tazilah yang berusaha memaksakan pandangannya kepada rakyat melalui mekanisme Negara. Walaupun demikian, ia telah berjasa dalam mengembangkan ilmu di dunia Islam dengan membangun Bait al-Hikmah, yang terdiri dari perpustakaan, observatorium, dan sebuah departemen penerjemahan.
Pada pertengahan abad ke-10 muncul dua penerjemah terkemuka yakni Yahya Ibn A’di (w. 974), dan Abu Ali Isa Ibn Ishaq Ibn Zera (w. 1008). Yahya banyak memperbaiki terjemahan dan menulis komentar mengenai karya-karya Aristoteles seperti Categories, Sophist, dan sebagainya. Yahya juga dikenal sebagai ahli logika dan menerjemakan The Prolegomena of Ammonius dan sebuah kata pengantar untuk Isagoge-nya Pophyrius.  
Pada masa kejayaan ini, terdapat juga tokoh-tokoh filsafat yang bergelut secara serius dalam kajian-kajian di luar filsafat. Hal ini bisa dipahami karena adanya kenyataan bahwa mereka menganggap ilmu-ilmu rasional sebagai bagian filsafat. Atas dasar inilah mereka memperlakukan persoalan-persoalan fisika sebagaimana mereka memperlakukan masalah-masalah yang bersifat metafisik.
Para ilmuan yang berperan dalam perkembangan ilmu pada masa ini diantaranya :
a.       Al Farabi (870 – 350 M) adalah seorang komentator filsafat Yunani yang dangan ulung di dunia Islam. Kontribusinya terletak di ebrbagai bidang matematika, filosofi, pengobatan, bahkan music. Al-Farabi telah membuat sebuah buku penting dalam bidang music yang berjulul Al-Musiqa. Selain itu karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al- fadhilah (kota atau Negara utama) yang membahas tentang pencapaian kebahagiaan melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim yang paling baik menurut pemahaman dengan hokum Ilahian Islam. 
b.      Al-Khawarizmi (780 - 850M) hasil pemikirannya berdampak besar pada matemtika yang terangkum dalam bukunya, Al-Jabar, selain itu karyanya adalah kitab Al-Mukhtasar fi hisab al-Jabr wa’al – Muqalaba (buku rangkuman untuk kulturasi dengan melengkapkan dan menyeimbangkan), karyanya tersebut sampai sekarang masih tersimpan di Strassberg, Jerman.
c.      Al-Kindi (801 – 873 M), bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Al-Kindi menuliskan banyak karya dalam bidang geometri, astronomi, aritmatika, fisika, medis, psikologi dan politik.
d.     Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M), adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan)

Selain adanya perkembangan ilmu yang dapat dikategorikan ke dalam bidang eksakta, matematika, fisika, kimia, geometri, dan lain sebagainya, seperti juga yang telah disinggung secara sepintas sebelumnya, sejarah juga mencatat kemajuan ilmu-ilmu keislaman, baik dalam bidang tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh, dan disiplin ilmu keislaman yang lain.
Perkembangan ilmu tafsir dan ‘ulum Al-Qur’an belum menemukan bentuknya yang konkret sampai dengan abad ke-3H, khusus dalam bidang ‘ulum Al-Qur’an pembahasannya memperlihatkan dua bentuk. Pertama pembahasan yang bersifat Juz’i, dan kedua bersifat Syamil. Dalam bidang hadis, perkembangan ilmu hadis dimulai sejak Imam Syafi’i menyusun kitabnya yang bernama ar-Risalah. Fiqih menjadi sebuah disiplin ilmu dengan mengalami beberapa tahapan. Yaitu:
·         Pertama     : tahap pembentukan pada masa Rasulullah, Khulafa ar-Rasyidin, hingga paruh pertama abad ke-1 H
·         Kedua        : tahap pembentukan fiqih yang dimulai pada paruh pertama abad ke-1H sejak awal abad ke-2H. Pada tahap ini fiqih telah membentuk mazhab.
·         Ketiga       : tahap pematangan bentuk yang dimulai sejak dekade awal abad ke-2H hingga pertengahan abad ke-4 H. Pada masa ini, ijtihad fiqih dikodifikasi dan dilengkapi dengan ilmu ushul Fiqh.
·         Keempat    : adalah tahap kemunduran fiqih yang ditandai dengan jatuhnya Baghdad ke bangsa Tartar dan tertutupnya pintu ijtihad para ulama.
4.      Masa Keruntuhan Tradisi Keilmuan dalam Islam
Abad ke-18 dalam sejarah Islam adalah abad yang paling menyedihkan bagi umat Islam dan memperoleh catatan buruk bagi peradaban Islam secara universal. Runtuhnya bangunan tradisi keilmuan Islam secara garis besar dapat diterangkan karena adanya sebab-sebab berikut:
a.       Dalam bukunya, The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Iqbal menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian semangat ilmiah di kalangan umat Islam adalah diterimanya paham Yunani mengenai realitas yang pada pokoknya bersifat statis. Ia selanjutnya mengungkapkan bahwa semua aliran pemikiran muslim bertemu dalam suatu teori Ibn Miskawaih mengenai kehidpan sebagai suatu gerak evolusi dan pandangan Ibn Khaldun mengenai sejarah.
b.      Persepsi yang keliru dalam memahami pemikiran Al-Ghazali. Orang umumnya mengecam Al-Ghazali karena menolak filsafat seperti yang ia tulis dalam Tahafut al-Falasifah-nya. Padahal ia sebenarnya menawarkan sebuah metode yang ilmiah dan rasional, dan juga menekankan pada pentingnya pengamatan dan analisis, serta sifat skeptis.
c.       Fiqih merupakan ilmu pertama yang dikembangkan oleh umat Islam. Keempat sumbernya yang utama yaitu, Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas merupakan sumber hokum yang tetap. Namun kareana sifatnya yang tetap itulah kaum Muslim harus menggunakan metode deduktif untuk sampai kepada keputusan mengenai masalah-masalah khusus, dan pada saat yang sama metode induktif kehilangan semangatnya. Di masa dekadensi, kegiatan intelektual sedang mencapai titiknya yang terendah, tidaklah mengherankan jika orang kemudian menjadi bersikap dogmatis dan taklid secara membuta. 
Selain sebab-sebab di atas, kesulitan-kesulitan ijtihad dan mistisisme asketik juga merupakan faktor yang menyebabkan kemunduran tradisi intelektual dan keilmuan di dunia Islam. 

C.    KEMAJUAN ILMU ZAMAN RENAISANS DAN MODERN
1.      Masa Renaisans (Abad ke-15-16)]
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Renaisans sering diartikan dengan kebangkitan, peralihan, atau lahir kembali (rebirth), yaitu dilahirkan kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir, dan jauh dari ajaran-ajaran agama. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan dan ditemukannya benua baru oleh Corpenicus dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemerintahan ilmu dan filsafat. 
Pada zaman Renaisans ini manusia barat mulai berpikir secara baru, dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah membelenggu kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu. Pemikir yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini antara lain Nicholas Corpenicus dan Francis Bacon.
Corpenicus yang seorang tokoh gereja ortodoks menemukan bahwa matahari berada di pusat jagat raya, dan bumi memiliki dua gerak, yaitu rotasi dan revolusi. Teori ini disebut Heliosentisme. Teori Corpenicus ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta. Bacon pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya dengan melihat perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon yang terkenal adalah Knowledge is Power (Pengetahuan adalah Kekuasaan). Ada tiga contohyang dapat membuktikan pernyataan ini, yaitu:
1.      Mesin menghasilan kemenangan dan perang modern
2.      Kompas memungkinkan manusia mengarungi lautan
3.      Percetakan yang mempercepat penyebaran ilmu
2.      Zaman Modern
Zaman ini sudah dimulai sejak abad ke-14M, zaman ini juga dikenal sebagai masa rasionalisme yang tumbuh di zaman modern karena munculnya berbagai penemuan ilmu pengetahuan.
Tokoh yang menjadi pioneer pada masa ini adalah Rene Descrates, Isaac Newton, dan Charles Darwin. Keterangan lebih lengkap sebagai berikut :
a.       Isaac Newton (1643 – 1727 M), adalah seorang fisikawan, matematikawan, ahli astronomi, filsuf alam, alkimiawan, dan teolog. Dia dikatakan sebagai “Bapak Ilmu Fisika Klasik”. Karyanya yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica menjabarkan tentang hokum gravitasi dan tiga hokum gerak yang mendominasi pandangan sains mengenai alam semesta selama tiga abad ini.
b.      Rene Descrates (1596 M – 1650 M), ia adalah seorang filsuf dan matematikawan Prancis. Descrates kadang dipanggil “Penemu Filsafat Modern” dan “Bapak Matematika Modern”. Pemikirannya yang menggunakan revolusi adalah “semua tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang berfikir”.
c.       Charles Robert Darwin (1809 – 1882 M) adalah seorang naturalis yang teori revolusionernya meletakkan landasan bagi teori evolusi modern dan prinsip garis keturunan yang sama dengan mengajukan seleksi alam sebagai mekanismenya. Teorinya yang paling menggemparkan adalah “Nenek Moyang Manusia Adalah Kera”
3.      Ilmu yang Berbasis Rasionalisme dan Empirisme
Berkat pengamatan yang sistematis dan kritis, lambat laun manusia berusaha mencari jawaban secara rasional dengan meninggalkan cara yang rasional. Kaum rasionalis mengembangkan paham rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Paham empirisme ini menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret. Paham empirsime ini menggunakan penalaran induktif.
4.      Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern
Pada zaman modern, filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak keseluruhan filsafat modern itu mengambil warna pemikiran filsafat sufisme Yunani. Paham-paham yang muncul pada garis besarnya adalah rasionalisme, idealisme dan empirisme.

D.    KEMAJUAN ILMU ZAMAN KONTEMPORER
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari peran ilmu. Tahap-tahap perkembangan itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai periodisasi sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern, dan zaman kontemporer, tidak lain adalah mengamati pemanfaatan dan pengembangan lebih lanjut dari rentetan sejarah ilmu sebelumnya. Yang dimaksud dengan zaman kontemporer dalam konteks ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang ini.
Ilmu yang berawal sejak abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga sekarang. Sebagaimana ilmu di zaman modern dmempunyai karakteristik khusus yang membedakannya dengan ilmu di zaman klasik dan zaman pertengahan, maka ilmu kontemporer pun demikian. Zaman modern misalnya, dalam banyak hal melakukan deskontruksi terhadap teori-teori yang dianggap mapan pada masa pertengahan atau zaman klasik.
Beberapa contoh perkembangan ilmu kontemporer antara lain :
1.      Adanya tippologisasi keberagaman masyarakat Jawa menjadi santri, priyayi dan abangan.
2.      Teknologi rekayasa genetika
3.      Teknologi informasi
4.      Teori partikel elementer dan sebagainya.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, hampir semua jenis kegiatan ilmu, baik natural sciences maupun social sciences, bahkan religious sciences, selalu mengalami shifting paradigm, yakni pergeseran gugusan pemikiran keilmuan. Kegiatan ilmu selamanya bersifat historis, lantaran dibangun, dirancang, dan dirumuskan oleh akal budi yang juga bersifat historis. Dengan begitu, sangat memungkinkan terjadinya perubahan, pergeseran, perbaikan, perumusan kembali, nasikh dan mansukh, serta rancang bangun epistemologi keilmuan. Jika tidak demikian, maka kegiatan keilmuan akan menjadi statis.

B.     Saran
Saran yang dapat kami sampaikan adalah :
1.      Sebagai calon pendidik alangkah baiknya jika kita banyak mengetahui tentang sejarah ilmu pengetahuan dan para tokoh yang berperan penting dalam kehidupan ini.
2.      Sebagai umat Islam, seharusnya kita mengetahui bahwa kaum muslim juga banyak turut berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan hingga saat ini.










DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro.  2010. Filsafat Umum. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Tafsir, Ahmad. 1992. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya





[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1992, hlm. 4
[2] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010.

Comments

Popular posts from this blog

Review Buku Personality Plus karya Florence Littauer

Judul : Personality Plus Penulis : Florence Littauer Buku ini bagus. Kamu akan temukan ke-bagus-an buku ini setelah membaca dengan sabar semua penjabaran di dalamnya. Yang awalnya kamu akan berkata, “Saya orangnya kayak gimana sih?” dan akhirnya kamu bisa berkata, “Ternyata saya orang yang begini!” atau “Wah, ini saya banget!” Kenapa harus sabar? Karena buku ini super membosankan. Kalau dibandingkan dengan bukunya Mbak Monica Anggen yang judulnya “Jangan Kebanyakan Teori Deh!” atau “Yakin Selamanya Mau di Pojokan?” atau buku-buku seri pengembangan diri karya penulis Indonesia, buku ini gak ada apa-apanya. Isinya  full  tulisan, jangan harap ada ilustrasi sebagai pemanis di sini, ya kalaupun ada bagan, menurut saya sama sekali tidak menarik. Sebagai perbandingan, coba perhatikan dua foto di bawah ini ya.  Penampakan ilustrasi di buku YSMP-nya Monica Anggen Penampakan bagian dalam PP-nya Florence Littauer Mungkin karena ini buku...

Aplikasi Berbagai Model Pengembangan Sistem Instruksional

BAB I PENDAHULUAN A.                 LATAR BELAKANG Istilah pengembangan sistem instruksional ( instructional system design ) dan disain instruksional ( instructional design ) sering dianggap sama. “disain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan “mengembangkan” berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya. Berbagai macam model pengembangan pembelajaran dikembangkan dengan tujuan : 1.       Mudah dikomunikasikan kepada calon pemakai, baik guru maupun para pengelola pendidikan 2.       Memperlihatkan tugas-tugas utama yang harus dikerjakan untuk pengelolaan pembelajaran 3.       Memperlihatkan struktur semacam matrix antara tujuan belajar dan strategi belajar yang dapat dibandingkan anatar asatu dengan yang lainnya. ...

Pengalaman Ikut Kampus Fiksi DivaPress (Part 2)

Demi menjalankan prinsip, ‘Mandilah sebelum orang lain mandi’ saya bangun pukul 04.00 WIB pada 30 Januari 2016. Cuma bangun, matikan alarm, terus tidur lagi. Sungkan juga sepagi itu sudah mandi, kelihatan banget kalau saya ngincer urutan pertama mandi. Jika Choi Taek dalam Reply 1988 berkata bahwa salah satu bagian terbaik dalam hidupnya setelah berpacaran dengan Deok Sun adalah berhenti minum obat tidur. Maka bagian terbaik dalam hidup saya saat mengikuti Kampus Fiksi adalah perbaikan gizi. Dalam sehari, kami diberi makan 3 kali sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam. Tak lupa dengan snack , kopi, gula, teh, Indomie, telur, yang selalu tersedia. Enak betul, bukan? *sungkem sama Pak Edi* Adalah hal yang mengagumkan bagi saya begitu sadar saat jarum menunjukkan pukul 7 pagi dan semua teman KF15 sudah selesai mandi. Hal ini mematahkan pikiran negatif saya bahwa angkatan saya akan membuat antrean panjang di depan kamar mandi menjelang waktu makan pagi. Congrats Gengs! Sesi per...