BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lazimnya bagi setiap orang yang akan
mempelajari suatu ilmu pengetahuan, tentu terlebih dahulu mempelajari asal usul
dari mana ilmu pengetahuan tersebut muncul dan dipelajari.Oleh karena itu,dalam
makalah ini kami ingin mengemukakan Uraian sekilas tentang Aliran Maturidiyah.
Aliran Maturidiyah
maupun Al-Asy’ari, kedua-duanya hidup semasa dan
mempunyai tujuan yang sama , yaitu membendung dan melawan aliran Mu’tazillah. Perbedaannya ialah kalau
al-Asy’ari menghadapi negeri kelahiran negeri aliran Mu’tazillah yaitu Bashrah
dan Irak, maka al-Maturidi menghadapi Mu’tazillah dari negerinya sendiri, yaitu
Samarkand dan Iran.
Untuk mengetahui Bagaimana sistem pemikiran Aliran Maturidiyah, Oleh karena itu, disinilah pokok uraian yang akan kami
bahas dalam makalah ini.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Asal-usul Aliran Maturidiyah?
1.2.2 Bagaimana Doktrin-doktrin
dalam Aliran Maturidiyah?
1.2.3 Sebutkan Golongan-golongan
dalam Aliran Maturidiyah?
1.2 Tujuan Penelitian
Makalah
ini disusun secara singkat ajaran Islam yang dan salah satunya tentang Aliran
Maturidiyah, sebagai penambah pengetahuan dan pemahaman tentang Aliran
Maturidiyah, serta menjelaskan Sekaligus untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Ilmu Kalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal-Usul Maturidiyah
Aliran
maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya
adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Almaturidi, dilahirkan di
Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia
Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan, Tahun kelahirannya
tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3
Hijriyah.
Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H/944 M), Gurunya dalam bidang fiqih dan
teologi,
bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268 H.
Karir Pendidikan Al Maturidiyah Lebih di konsentrasikan untuk
menekuni bidang teologi daripada fikih. Hal ini dilakukan untuk memperkuat
pengetahuan dalam menghadapi faham-faham teologi yang banyak berkembang pada
masyarakat Islam, yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar
menurut akal dan syara. Pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya
tulis.
Menurut ulama
hanafiyah, hasil pemikiran Al-Maturidi dalam bidang aqidah sama benar dengan
pendapat Imam Abu Hanifah . hubungan antara kedua tokoh tersebut dikuatkan oleh
pengakuan al-Maturidi sendiri, bahwa ia mempelajari buku-buku Abu Hanifah
dengan suatu silsilah nama-nama yang
dimulai dari gurunya dan seterusnya sampai kepada pengarangnya sendiri.
B.
Golongan-Golongan Didalam Maturidiyah
1. Golongan
samarkand.
Yang menjadi golongan ini
dalah pengikut Al-maturidi sendiri, golongan ini sependapat dengan Mu’tazillah
yang mengatakan akal manusia mampu
mengetahui Tuhan, kewajiban mengetahui tuhan dan mengetahui mana yang baik dan
yang jahat, namun, kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat bagi
Mu’tazillah dapat diketahui dengan akal tetapi bagi Maturidiyah Samarkand,
diketahui dengan Wahyu. Menyangkut masalah pengetahuan tentang keburukan
menurut Matridiyah Samarkand ini ialah: bagi sesuatu itu terdapat keburukan
yang sebenarnya sementara itu akal mampu mengetahui sebagian dari keburukan itu.
2. Golongan bukhara
Golongan Bukhara ini
dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi
yang penting dan
penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid
maturidi. Dari orang tuanya, Al-Bazdawi dapat menerima ajaran maturidi. Dengan
demikian yang di maksud golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di
dalam aliran Al-maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada
pendapat-pendapat Al-asy’ary. Golongan ini
memiliki pandangan yang sama dengan al-Asy’ary mengenai faham bahwa
tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namu, sebagaimana dijelaskan oleh Bazdawi,
Tuhan pasti menepati janjinya. Adapan pandangan golongan ini tentang pengiriman
rasul, sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan,
tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
C.
Doktrin-Doktrin Teologi
Al-Maturidi
Untuk mengetahui sistem pemikiran Al-Maturidi, kita tidak bisa
meninggalkan pikiran-pikiran Al-Asy’ari dan Aliran Mu’tazillah, sebab, ia tidak
bisa terlepas dari suasana zamannya. Baik Al-Asy’ari maupun Al-Maturidi
kedua-duanya hidup semasa dan mempunyai
tujuan yang sama , yaitu membendung dan melawan
aliran Mu’tazillah. Perbedaannya ialah kalau al-Asy’ari menghadapi
negeri kelahiran negeri aliran Mu’tazillah yaitu Bashrah dan Irak, maka
al-Maturidi menghadapi Mu’tazillah dari negerinya sendiri, yaitu Samarkand dan
Iran.
Maturidiyah dan
asy’aryah sering terjadi persamaan pendapat
karena persamaan lawan yang dihadapinya yaitu mu’tazilah. Namun, perbedaan dan
persamaannya masih ada.
A.
Akal dan Wahyu
Menurut
al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui
dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan
ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha
memperoleh pengetahuan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya.
Dalam masalah baik dan buruk, al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan
buruk sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau
larangan syariah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya
sesuatu. Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
1. Akal dengan sendirinya mengetahui kebaikan itu sendiri
2. Akal dengan sendirinya mengetahui keburukan sesuatu itu
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk
wahyu
B.
Perbuatan Manusia
Menurut
al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam
wujud ini adalah ciptaan-Nya. Khusus mengenai mengenai perbuatan manusia,
kebijaksanaan, dan keadilan kehendak, Tuhan mengharuskan manusia memiliki
kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya
dapat dilaksanakannya. Tuhan menciptakan daya (kasb) dalam diri manusia dan
manusia bebas memakainya. Daya-daya tersebut diciptakan bersamaan dengan
perbuatan manusia. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara qudrat Tuhan
yang telah menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia.
C.
Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan
kehendak- Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah
ditetapkan-Nya.
D.
Sifat Tuhan
Al-Maturidi
berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula
lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama, baca: inheren)
zat tanpa terpisah. Menetapkan sifat Allah tidak harus membawanya pada
antromorphisme karena sifat tidak berwujud tersendiri dari zat, sehingga
terbilangnya sifat tidak akan membawa terbilangnya yang qadim (taaddud
al-qudama).
E.
Melihat Tuhan
Al-Maturidi
mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitakan oleh
al-Quran, antara lain firman Allah dalam surat Al- Qiyamah ayat 22-23.
Al-Maturidi lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat
dengan mata, karena Tuhan memiliki wujud walaupun Ia immateri. Namun, melihat
Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di
akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.
F.
Kalam Tuhan
Al-Maturidi
membedakan antara kalam (sabda) yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan
kalam nafsy (sabda yang sebenarnya). Kalam nafsy adalah sifat yang qadim bagi
Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah bahar
(hadis).
G.
Pengutusan Rasul
Akal memerlukan
bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban- kewajiban. Jadi, pengutusan
rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajaran wahyu yang
disampaikan rasul berarti manusia telah dibebankan sesuatu yang berada diluar
kemampuannya.
H.
Pelaku dosa besar
Al-Maturidi
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam
neraka walaupun dia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah
menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.
Menurut al-Maturidi, iman itu cukup dengan tasdhiq dan iqrar. Sedangkan amal
adalah penyempurna iman. Oleh karena itu, amal tidak akan menambah atau
mengurangi esensi iman, kecuali hanya menambah atau mengurangi sifatnya saja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aliran maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M.
pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Almaturidi,
dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkand. Terdapat 2
golongan dalam Aliran Maturidiyah, yaitu Golongan Samarkand dan golongan
Bukhara. Maturidiyah dan asy’aryah sering terjadi persamaan pendapat karena
persamaan lawan yang dihadapinya yaitu mu’tazilah. Namun, perbedaan dan
persamaannya masih ada.
Menurut Aliran
Maturidiyah, akal bisa mengetahui kewajiban untuk mengetahui Tuhan,
al-Maturidiyah mengakui adanya keburukan
obyektif dan akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan itu sendiri. Memang
benar perbuatan Tuhan mengandung kebikaksanaan dalam perintah dan larangan-larangannya,
perbuatan Tuhan tersebut tidak karena paksaan. Karena itu tidak bisa dikatakan
wajib karena kewajiban itu mengandung suatu perlawanan dengan Iradahnya.
B. Saran
Dari penjelasan di atas kita sebagai umat Islam dapat mengambil pelajaran
sebagai tambahan untuk Ilmu Pengetahuan
kita semua tentang Aliran Maturidiyah tentunya,Sebaliknya, kita juga dapat
belajar dari kekurangan-kekurangan yang ada pada Aliran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Hafiz.
1996. Sejarah Pemikiran dalam Islam. Jakarta: Pustaka Antara.
Hanafi, Ahmad.
2001. Pengantar Theology Islam. Jakarta: Al Husna Zikra.
Http://www.Google.com/Aliran Maturidiyah
Rojak Abdul, Anwar Rosihon. 2009. ilmu kalam.
2009. Bandung: CV Pustaka Setia.
Comments
Post a Comment